Terima kasih sebelumnya telah berkenan mengunjungi blog saya yang sederhana ini.

Cari Blog Ini

Sabtu, 16 Januari 2010

Sabtu, 16 Januari 2010 14:57 WIB
Green Day Sukses Membakar Singapura!
Konser 2,5 jam, 30 lagu yang sangat memikat dari band punk rock terbesar di dunia saat ini.
Oleh : Wendi Putranto
Foto : Wendi Putranto
Bookmark and Share

“It`s something unpredictable, but in the end it`s right. I hope you had the time of your life…”

Ketika Billie Joe sendirian dengan gitar akustiknya menyanyikan nomor balada “Good Riddance” sebagai encore, puluhan ribu penonton yang memadati Singapore Indoor Stadium sepertinya setuju 100%. Konser Green Day Kamis malam (14/1) itu adalah salah satu momen orgasmik terbaik dalam hidup mereka masing-masing, setidaknya hingga malam itu.

Sebelumnya, selama lebih kurang 2,5 jam, Billie Joe, Mike Dirnt, Tre Cool menghajar penonton Singapura dengan sebuah paket tontonan memikat yang super-komplet. Gabungan antara paradehits, cover songs, ledakan, gimmick cerdas, interaksi yang tulus, tata cahaya menawan, dua kaliencore hingga sederetan rayuan gombal (“Singapore, louder than America!”).

Sebuah sajian yang niscaya membuat Anda paham mengapa akhirnya Green Day secara aklamasi terpilih sebagai band punk rock terbesar di dunia saat ini (untuk sepanjang masa tetap The Clash, Ramones, Sex Pistols).

Total sebanyak 30 lagu mereka mainkan malam itu, termasuk beberapa cover pendek dari Black Sabbath (“Iron Man”, “Paranoid”), AC/DC (“Highway To Hell”) dan Billie Joe medley meracau Elvis Presley (“Love Me Tender”), Rolling Stones (“Satisfaction”) hingga The Beatles (“Hey Jude”).

Stereotip penonton konser Singapura yang terkenal pasif dan dingin bagai robot, seperti dibilang seorang perempuan punk rock keren saat bertemu dijalan menuju venue, pupus sudah. Green Day sesaat berhasil menyulap mereka menjadi makhluk-makhluk yang ekspresif (terlepas dari banyaknya juga penonton Indonesia). Atau minimal mereka mampu bersikap begitu ketika Green Day berada di sekitar mereka.

Membuka konser dengan rentetan sepuluh lagu yang diambil dari dua album terakhir (21st Century Breakdown dan American Idiot) jelas bukan pilihan yang populer karena sangat riskan fans lama seperti teralienasi dan terjebak konser yang membosankan. Namun hebatnya ini tidak terjadi sama sekali di konser Green Day. Seperti tagline Hard Rock Café: Green Day loves all, serve all!

Sejak nomor “21st Century Breakdown” (sempat terjadi insiden di tengah lagu, mendadak Billie Joe menghentikan konser karena barikade besi di bibir panggung jebol) hingga balada “Boulevard of Broken Dreams” terlihat Green Day bagai menyiram ratusan jerigen bensin ke ribuan penonton. Sontak saja mereka yang awalnya duduk anteng-tertib di tribun sebagian langsung berdiri dan menghambur ke pagar, sekuriti pun sempat kewalahan menghalau mereka kembali ke tempat duduk. Namun sayangnya di babak pertama ini sistem tata suara masih belum maksimal, suara bass Mike Dirnt hampir tidak terdengar.

Sedikitnya lima orang fans menjadi lucky bastards malam itu karena direkrut Billie Joe ke atas panggung, entah untuk bernyanyi, berdansa, bermain atau menjadi rockstar dalam lima menit. Dan semuanya terkesan simbolik, fans yang naik ke atas panggung terdiri dari multi-ras: Melayu berambut hijau, India bersorban pink hingga remaja perempuan Cina. Green Day sepertinya paham konteks lokal Singapura dan mampu mengubahnya menjadi sebuah gimmick yang menarik sekaligus simpatik.

Sinyalemen fans lama segera dimanjakan hadir bersamaan dengan berubahnya backdrop raksasa logo Green Day kembali ke era Dookie. “Burnout” menjadi nomor pilihan di babak kedua ini. Crowdpun histeris. Maju sedikit ke era Nimrod dengan “Hitchin` a Ride” yang sempat hit di tahun 1997, Billie Joe melepas gitarnya di belakang panggung dan kembali dengan senjata air. Ia tarik seorang penggemar ke atas panggung untuk menembakkannya ke arah penonton sementara ia sendiri memegang tongkat ajaib peluncur tissue gulung. Seperti berkata, “Hey, kalian basah, kini sambut tissuenya.”

Setelah “membasahi” penonton ia pun membagi-bagikan T-shirt dengan bazooka uniknya yang sanggup melontarkan T-shirt dari panggung hingga tribun paling belakang stadion. Atraksi ini spontan menguncang decak kagum para penonton.

Namun salah satu gimmick simpatik dan menjadi highlight adalah saat Billie menarik penggemar berwajah Melayu berambut hijau ke atas panggung dan memintanya menjadi vokalis untuk lagu “Welcome to Paradise”, dengan Green Day sebagai band pengiring!

Sekilas anak ini tampak meragukan dan ribuan penonton siap mencemoohnya namun hanya perlu satu anggukan penyemangat dari Billie Joe maka semua hal pun beres, termasuk rasa percaya diri anak tersebut. Ia sukses bernyanyi tanpa cela dan melompat-lompat layaknya rockstar di atas panggung.

Anak ini bahkan turun panggung dengan elegan, diiringi marching drum Tre Cool dan seruan penyemangat dari penonton satu stadion ia melakukan aksi stage dive yang sukses. Usai konser seorang teman sempat melihat anak ini sibuk melayani permintaan foto dari para penonton yang kagum dengan aksinya tadi.

“It`s something unpredictable, but in the end it`s right. I hope you had the time of your life…”

Green Day Set List
Singapore Indoor Stadium (14 Januari 2010)


1. Song of the Century (Intro)
2. 21st Century Breakdown
3. Know Your Enemy
4. East Jesus Nowhere
5. Holiday
6. The Static Age
7. Give Me Novacaine
8. Are We The Waiting
9. St. Jimmy
10. Boulevard of Broken Dreams
11. Burnout
12. Hitchin` A Ride
13. Welcome To Paradise
14. When I Come Around
15. Iron Man (main riff)
16. Paranoid
17. Highway To Hell
18. Brain Stew
19. Jaded
20. Longview
21. Basket Case
22. She
23. King For A Day/Shout/Love Me Tender/Satisfaction/Hey Jude
24. 21 Guns
25. Minority

Encore 1:
26. American Idiot
27. Jesus of Suburbia

Encore 2:
28. Last Night On Earth
29. Wake Me Up When September Ends
30. Good Riddance (Time of Your Life)

Jumat, 15 Januari 2010

AC Milan Jungkalkan Tuan Rumah Juventus 3-0

Senin, 11 Januari 2010 | 09:23 WIB

ronaldinhoTEMPO Interaktif, Jakarta - Tuan rumah Juventus dijungkalkan AC Milan 0-3 dalam lanjutan laga Serie A Liga Italia, Minggu (10/1). Hasil ini membuat AC Milan mendekati pemuncak klasemen, Inter Milan, dengan selisih delapan angka dan satu pertandingan lebih sedikit dan pelatih Juventus, Ciro Ferrara, diujung tanduk.

Di awal pertandingan, Juventus tampil cukup bagus. Diego mendapat peluang bagus pada menit ke-13 saat ia menerobos dari kiri. Sayang sekali, tembakannya meleset ke luar gawang.

Meski Juventus bagus, tapi keberuntungan ada pada AC Milan. Sepakan pojok berhasil dimanfaatkan oleh Nesta pada menit 29. Dua bek tengah Milan, Christian Poulsen dan Felipe Melo, gagal membersihkan yang mengarah ke gawang.

Dalam pertandingan ini Beckham, dalam pertandingan kedua bagi Milan, kembali tampil menawan. Sepakan pojoknya mengarah tepat di kepala Ronaldinho. Sayang sekali, sundulan ini mengenai kepala rekan sendiri, Amauri, dan bola melewati atas gawang.

Gol kedua Milan lewat sepak pojok yang diambil oleh Pirlo. Ronaldinho berhasil mengarahkan bola ke gawang. Bisa saja gol batal tercipta tapi bola dibelokkan pemain Juventus, Zdenek Grygera, sehingga kiper Manninger tidak bisa menjangkaunya.

Gol kedua berbau bunuh diri ini membuat para penggemar Juventus, yang sudah tidak sabar dengan pelatih Ciro Ferrara, marah. Mereka membakar sejumlah bangku stadion. Mereka melempari barang-barang ke lapangan. Mereka menyalakan kembang api sehingga asap menutupi tribun.

Kemarahan para penonton ini membuat gol ketiga Milan, yang dicetak Ronaldinho lewat umpan silang David Beckham, nyaris tidak mengubah suasana.

ARTIKEL GREEN DAY


Green Day: '21st CENTURY BREAKDOWN', Punk Opera Berdurasi 70 Menit

KapanLagi.com -
Oleh: Galih Akbar

Green Day memang bukan The Clash yang memanaskan telinga anggota kerajaan Inggris dengan riot and chaos, namun Green Day justru jauh lebih sukses daripada Joey Ramone beserta Ramonesnya, lebih tepatnya Green Day memang ditakdirkan untuk menjadi counter culture dari American Dreams.

15 tahun lalu Billy Joe Armstrong, Mike Dirnt dan Tre Cool adalah tiga remaja berusia 19 tahun yang hanya memainkan tiga chords sambil berteriak-teriak mengaku tanpa motivasi, semuanya tergambar jelas lewat album KERPLUNK serta DOOKIE. Kini, trio asal California ini adalah musisi berusia kepala tiga yang benar-benar paham cara merekam album dan tetap lantang berteriak, kali ini soal sesuatu yang esensial dan mendasar dalam tataran punk, sosio-politis.

Sebuah titik balik Armstrong dan kawan-kawan memang telah terjadi pada 2004 lalu, AMERICAN IDIOT yang terjual lebih dari 12 juta kopi dan muncul 18 bulan dari invasi Irak terbukti manjur membuat Green Day lepas dari midlife crisis yang kerapkali menghantui musisi untuk terus berkarya, dari titik inilah mereka berbeda dengan 'B class of punk' generasi SUM 41 sampai pop-punk ala All American Rejects.

Lima tahun berselang, Green Day kembali dengan 21ST CENTURY BREAKDOWN, sebuah rangkaian punk-rock opera yang lebih detail dan fokus dari opera AMERICAN IDIOT. Proses rekaman yang panjang dan sentuhan produser Butch Vig membuat album yang rilis pada 15 Mei ini potensial untuk mendulang sukses serupa.

Dalam album berdurasi 70 menit dengan tiga bagian berbeda tersebut, secara tema politis, Green Day merekonstruksi Amerika era Bush dan transisinya dengan era Obama. Secara musikal, Green Day rupanya mengadopsi gaya AMERICAN IDIOT, inilah warna baru musik mereka pasca WARNING.

Bagian pertama, Heroes and Cons mengetengahkan single Know Your Enemy yang membuat Armstrong dan dua kawan mainnya sejak kecil tersebut kembali menghidupkan spirit ala Rage Against The Machine, setelah 58 detik sebelumnya dibuka oleh AM radio track bertitel Song Of The Century. Di bagian ini juga terdapat Viva La Gloria, sebuah track yang menceritakan karakter salah satu tokoh sentral dalam album ini, Gloria, yang cenderung idealis-politis, senada dengan beat fast tempo yang dibuka dengan intro keyboard bernada minor.

Track berikutnya, Christian's Inferno, bercerita tentang sosok Christian, seorang impulsive nan desperate, yang nantinya akhirnya saling jaga satu sama lain dengan Gloria, di sini Armstrong bersing-a-long sambil berpuisi dengan dilatari oleh bass middle-treble, shyntesizer, serta gebukan drum seperempat tempo khas punk-rock.

Bagian kedua, Charlatans and Saints menampilkan East Jesus Nowhere sebagai single, mengingatkan track Jesus Of Suburbia yang dipenuhi oleh pertanyaan seputar genosida dan saling hujat, yang ironisnya justru didasari oleh fanatisme beragama. Kemudian ada Peacemaker, track yang mengawinkan flamenco dan punk-rock, sebuah satir perdamaian yang dirayakan meriah lengkap dengan marriachi.

Opera ala Green Day ini berakhir di bagian ke-3, Horseshoes and Handgrenades, bagian yang benar-benar terasa spirit of punk-nya, dengan track keras macam 21 Guns, serta American Eulogy. Tema album yang mengkritisi degradasi moral kebangsan yang beradu dengan romantisme idealisme kian tertangkap jelas di bagian penutup ini.

Overall, dalam album kedelapannya ini, Green Day terus berorasi soal borok-borok hypocrisy di negeri yang menamakan dirinya sendiri adikuasa, mereka bercerita soal kebangkitan Amerika yang terpuruk saat dipimpin oleh seorang George W. Bush, bahkan romantisme cinta idealis namun tak murahan layaknya Romeo & Juliet juga mereka hadirkan.

Green Day memang tak pernah mengemukakan solusi, tapi bukankah itu semua tak penting, ketika provokasi Billy Joe Armstrong mampu membuat orang Amerika menanyakan kembali nasionalisme mereka, dan semua itu dilakukan lewat musik proletar yang 'haram' disentuh kapitalisme, punk. (kpl/bar)